Kompas, Senin 1 Desember 2014
Oleh Ayu Sulistyowati
I Gusti Ngurah Alit (53) merupakan warga Banjar Palak, Kecamatan
Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. I Gusti merupakan seorang petani
yang sukses. Namun semua usaha yang ia capai penuh lika liku pada tahun
2000 an beliau mencoba bertani cabai dengan biaya 4jt dan di tambah uang
pinjaman. Dan beliau belajar sampai ke sejumlah petani di Kintamani.
Usaha ini yang beliau kerjakan tidak pernah di sentuh oleh warga lain
karena kebanyakan warga lain bertani sayur, buah-buahan dan hanya
dikerjakan ala kadarnya . Usaha cabai ini di lakukan beliau dengan
secara otodidak serta bertanya kepada para petani lain yang ia temui.
Tahun kedua para petani yang lain mulai tertarik dan mulai menanam
cabai. Dan tadinya desa yang banyak pengangguran dan petani serabutan
kini memiliki pekerjaan yang pasti dan mengolah lahan pertaiannya
masing-masing.
Selain itu beliau juga bersahabat dengan para “hama” adanya tikus di
lahan pertanian dan ia mengambil tikus tersebut dan di cat warna merah
dan di lepas lalu semua tikus yang lain pun takut. Serta para petani
yang lain dapat membedakan kualitas terbaik dan biasa. Kini usaha nya
tesebar di pasar tradisoanal di Bali dan dapat bersaing dengan baik.
Sedikit melihat lebih dalam bapak Gusti menjajaki pendidikan sampai
kelas III SD dan keluarganya berlatar belakang petani. Dan bapak Gusti
memiliki 3 anak dan sang istri bernama I Gusti Ayu Artini. Bapak Gusti
juga memiliki penghargaan yaitu Petani Teladan Tingkat Nasional Tahun
2009, Pemangku Ketahanan Pangan Adhikarya Pangan Nusantara 2013. Beliau
pun tak pernah lelah untuk mengajak para pemuda di desanya untuk
mengangkat cangkul.
” Biarlah waktu berjalan. Saya tetap ingin hidup sebagai petani.
Saya ingin semua orang tahu, petani Bali itu masih ada dan berjaya
bersama peristiwa . Mereka juga bisa sejahtera karena jerih payah.
Petani Bali bisa bersaing. Kami ada dan berusaha tetap ada”, kata Gusti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar