Kompas, Sabtu, 29November 2014
Oleh
Pegawai BRI cabang
Cikampek Jawa Barat ini mengaku tidak mudah dalam mengumpulkan sekaligus
merawat berbagai benda koleksinya. Biaya untuk memperoleh dan
perawatannya juga terbilang tidak murah. Baginya benda bersejarah itu
bisa berkembang sebagai karya baru, karena berbagai inspirasi bisa hadir
dari benda yang bisa menjadi tambang ilmu.
Aktifitas dalam memburu
berbagai benda bernilai sejarah ini menjadikan dirinya mengenal
berbagai kalangan. Bahkan dari kegemarannya ini, dia menjadi orang
penting yang dicari sesama kolektor. Dia juga banyak dicari oleh ornag
yang ingin menawarkan benda bersejarah dan orang yang memerlukan
koleksinya untuk kepentingan bahan tulisa, penelitian dan tugas belajar.
Karena memiliki salah
satu foto klise Taufik Kiemas, Binton dapat berkenalan langsung
dengannya. Klise tersebut adalah foto saat acara pernikahan Megawati
Soekarnoputri dengan Taufik Kiemas. Dia juga mengoleksi sejumlah foto
lama yang menampilkan demonstrasi mahasiswa untuk menentang praktek
korupsi. Dari foto ini terlihat kalau permasalahan korupsi sudah
berlangsung sejak lama.
Kolektor ini tidak
merasa keberatan untuk menyumbangkan koleksinya ke negara atau lembaga
tertentu. Seperti saat dia menyerahkan klise pada ANRI atau Arsip
Nasional Republik Indonesia. Foto negatif ini berupa demonstrasi
KAPI/KAPPI di gedung DPR-GR pda 21 Oktober 1967 mengenai pembelian mobil
Holden, konferensi pers departemen luar negeri Cina pada 2 Oktober
1967, foto Sarinah di tahun 1967, Monas dan Hotel Indonesia.
Untuk melengkapi
koleksi lukisan di Museum Basoeki Abdullah, Biston juga memberikan salah
satu karya pelukis hebat yang dimilikinya. Di lukisan itu tertera
tanda tangan Basoeki Abdulah atau Frans Xav Basoeki. Biston memiliki
impian untuk membuat buku sejarah dari kumpulan klise dan foto yang
dimilikinya. Buku tokoh ini akan menceritakan kehidupan sosok ternama,
seperti Soekarno, Soeharto dan sebagainya. Karyanya dijamin otentik,
karena belum tentu ada yang memiliki foto tersebut.
Untuk menyimpan fisik
klise dan foto memang menghabiskan banyak tempat. Saat ini untuk
menyimpan koleksinya dengan aman, dia menempatkannya di tiga tempat
sekaligus, yakni di rumah tinggalnya di Cinere, Lenteng Agung dan
Bintaro. Merawat berbagai koleksinya ini tidak mudah, agar tidak cepat
membuatnya rusak. Agar klise dan foto itu bisa tersimpan lebih aman,
tidak memakan banyak tempat dan lebih awet sepanjang masa, maka dirinya
melakukan digitalisasi untuk koleksi benda tersebut.
Dalam proses
digitalisasi ini, dia harus terjun langsung karena tidak ingin ada orang
lain yang jahil mencuri atau menduplikasi koleksinya untuk dimanfaatkan
yang tidak semestinya. Untunglah kegemarannya ini mendapatkan dukungan
dari istri dan ketiga anaknya. Sehingga bisa membantu proses pengumpulan
dan perawatan koleksi tersebut. Termasuk dalam proses digitalisasi
berbagai koleksi bersejarahnya. Bahkan sambil berlibur bersama keluarga
disempatkan sekaligus untuk berburu koleksi bersejarah.
Awal kegemarannya
mengoleksi benda bersejarah adalah saat dirinya mendapatkan lukisan
sebuah kapal Tampomas yang telah karam dari nasabah BRI di tahun 1991.
Karena dirasa unik, dia tertarik untuk menelusuri peristiwa itu melalui
berbagai buku dan referensi. Di Pasar Senen dia berburu buku dan komik
lama, di dalam buku itu tersemat berbagai foto sejarah. Dari sini
kegemarannya berburu foto sejarah tumbuh. Dia bermimpi ingin membuat
pameran tunggal yang dibuka oleh Presiden RI, Joko Widodo. Pria berusia
44 tahun ini juga bermimpi suatu saat memiliki museum sejarah yang
mencantumkan namanya ‘Museum Binton Nadapdap’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar